30 Juli 2009

Preman CILIK (PRT-1)


KASUS-I, Preman CILIK

Pada bulan Agustus 2005, dirumah saya kedatangan tamu, yaitu teman adik istri saya, ia adalah seorang ibu dengan anaknya, perempuan yang masih berusia 10 tahun (Agustus 2005), duduk di kelas 4 SD dan tinggal di daerah Jakarta Pusat.
Mama anak ini datang berkonsultasi kepada saya, menceriterakan kenakalan anak tunggalnya yang luar biasa.
Kecil-kecil anaknya sudah jadi tukang palak disekolah, tukang bohong (ayah, ibu, oma, guru di bohonginya), suka berhutang (ke teman-temannya di sekolah dan kewarung-warung disekitar rumahnya), suka berantam, liar dan tidak tahu apa lagi yang telah di lakukan diluar rumah.
Mamanya selama ini tidak mengetahui semua kejelekan dari anaknya yang semata wayang itu,.......... pertanyaannya kok bisa tidak tahu ???
Menurut Mamanya, anak ini kalau di rumah adalah anak yang baik, taat kepada Mamanya, anak yang penurut, tidak pernah neko-neko (macam-macam) dan di sekolah termasuk anak yang pandai.
Makanya waktu mengetahui tingkah laku yang sebenarnya dari si anak, Mamanya sangat shock (shock berat) dan kaget luar biasa, sampai menurut pengakuannya tanpa sadar dia telah menghajar habis-habisan anak tersebut.
Saat ini si ibu sedang bingung bagaimana cara mendidik anak ini (kedepannya) dan bingung bagaimana cara menyampaikan masalah ini kepada suaminya (ayah si anak).
Saya bertanya ayah anak ini ada dimana ?, si ibu bercerita bahwa suaminya adalah seorang Nahoda kapal laut, pelayaran internasional, ayah anak ini pulang kerumah +/- 2,5 s/d 3 bulan sekali.
Sedangkan ibu ini adalah wanita karier yang bekerja di perusahaan swasta yang cukup besar dengan posisi manager dan dia bilang, sangat cinta dengan karier dan pekerjaannya.
Jadi dia tidak dapat meninggalkan pekerjaannya, karena menurutnya karier dan pekerjaannya merupakan kehidupannya (jadi disini bukan hanya mengacu pada sisi material saja).
Selanjutnya si ibu bercerita bahwa anaknya dari sejak balita di urus sama omanya dan pembantu rumah tangganya yang berjumlah 2 orang, omanya sangat sayang dan sangat memanjakan cucunya, juga sangat memproteksi dan melindungi cucunya.
Ia bilang sering ia dan suaminya ribut dan tidak sepaham dengan kelakuan si oma (ibu mertuanya) kepada cucunya, tapi dengan alasan tidak mau ribut berkepanjangan dan tidak mau menyakiti hati orang tuanya, maka ia dan suaminya lebih banyak mengalah dalam hal ini.
Ya apa mau di kata,........... nasi telah menjadi bubur,.......... karena ketidak tahuan dan keterbatasan waktu untuk bisa mendidik, mengamati dan mencermati perkembangan si anak, akibatnya si anak jadi seperti ini, karena karakter dan kepribadian dari si anak telah di racuni dan dirusak oleh oma nya sendiri, juga oleh orang-orang dekat sekitar anak tersebut (orang tuanya dan para pembantunya), juga tayangan TV, film dll yang kerapkali ditonton oleh anak tersebut secara terus menerus tanpa ada yang memperhatikan, memberi nasihat dan penjelasan yang clear kepada si anak, akibatnya si anak menyimpulkan sediri apa yang dilihat, dirasakan dan dialaminya tersebut, lama kelamaan terbentuklah sikap mental yang negatip seperti sekarang ini.
Ditengah waktu konsultasi tersebut saya minta waktu untuk bicara langsung kepada anak tersebut tanpa di temani oleh ibu nya.
Kesimpulan sementara yang saya dapat dari wawancara singkat dengan si anak adalah : anaknya pandai, percaya diri, berani, gaul, lincah, jauh lebih dewasa dari usianya dan ada hal yang negatip yang terlihat sangat jelas pada anak tersebut yaitu nekat dan tidak boleh dibantah, semua kemauannya harus bisa dipenuhi.
Waktu saya lanjutkan kembali bincang-bincang dengan ibunya, si ibu mengakui kebenaran tentang sifat-sifat anaknya, bahkan di tambahkan pembantu rumah tangganya yang usianya diatas 20 tahun takut kepada anaknya dan selalu mau dan menuruti semua perintah anaknya, bahkan waktu diperintahkan membuat surat untuk gurunya (mewakili dirinya) disekolah, ia juga nurut, dan ini merurut si ibu sudah sangat keterlaluan.
Saya hanya bilang kepada si ibu, percuma,.......... nasi telah menjadi bubur, sekarang tinggal kita cari jalan untuk mengolah bubur tersebut sehingga tetap enak, bahkan lebih enak dari pada masih berbentuk nasi.
Percuma walau ibu pukul, hukum anak ibu terus menerus, siang malam, berhari-hari, tidak ada gunanya, bahkan ibu akan semakin kehilangan anak ibu dan sifatnya akan semakin keras.
Akhirnya si ibu bertanya kepada saya dengan suara yang terdengar pasrah, jadi bagaimana Koh jalan keluarnya,.......... saya jawab dengan tegas :
1. Ibu ajak bicara oma, agar tidak mengulangi kebiasaan buruknya dalam mendidik cucunya.
2. Peringati dengan keras para pembantu ibu agar tidak nurut lagi pada anak ibu (khusus untuk
melakukan hal-hal yang negatip).
3. Ambil cuti panjang dari kantor (+/- satu bulan), temani dan urus anak ibu.
4. Pindahkan sekolah anak ibu.
5. Cari sekolah + asrama yang peraturan dan disiplinnya baik dan keras, masukan kesana.
6. Jika perkembangan psikis/kejiwaannya baik, masukan anak ibu ke asrama sampai lulus SMP.
7. Pada saat hari libur ibu dapat melihat anak ibu dengan ayahnya (jika ada dirumah).
8. Untuk sementara jangan libatkan si oma, sekaligus menyadarkan si oma atas kesalahannya.
9. Perlahan-lahan beritahu suami ibu, termasuk solusi yang ada dan minta ia turut memutuskan
solusi terbaik untuk anak dan keluarganya.
10.Untuk mengobati dan menghilangkan luka-luka emosi negatip (psikosomatik nya) seperti : nakal, nekat (negatip), liar, pembohong, suka berhutang dan bekepribadian ganda, anak ibu tersebut dia harus di terapi selama +/- 8 s/d 10 kali terapi.
Itulah saran saya kepadanya, jika dia tidak mau kehilangan anaknya selamanya, silahkan ibu pertimbangkan dan putuskan yang terbaik untuk anak ibu dan keluarga.
Akhirnya anaknya saya terapi, sementara cuti kerja si ibu mencari sekolah + asrama untuk anaknya.
Setelah selesai terapi, sampai saat ini saya tidak pernah berkomunikasi lagi dengan ibu tersebut, cuma dari informasi yang saya dengar melalui adik istri saya, semua yang sarankan telah diikutin oleh ibu tersebut dan kelihatannya sekarang baik-baik saja karena sudah tidak ada keluhan tentang anaknya,........... puji syukur, karena Tuhan mengasihi ibu dan keluarga.